Wednesday, October 17, 2012

Sebuah Jawaban Adakah Kehidupan Setelah Kematian? (Terjawab)

Inilah sebuah jawaban dari Blog saya berjudul Adakah Kehidupan Setelah Mati?
seorang teman di group Facebook telah menjawab pertanyaan saya itu. beliau mengatakan demikian


"Pertanyaan yang menarik dan sangat menantang
Dan ini merupakan pertanyaan abadi sepanjang masa.
Kenapa? Karena tidak pernah ada jawaban bergaransi.
Yang ada hanya spekulasi metafisik tak berkesudahan.
Karena setiap jawaban tidak bisa diverifikasi.

Artinya,
Apakah benar ada kehidupan setelah kematian kolektif (kiamat)?
Bisa ya bisa tidak. Bagi saya tetap saja jawabannya terbuka untuk 2 kemungkinan. Kecuali jika sudah ada yang membuktikannya.

Tapi pertanyaan itu adalah sebuah jurang metafisik yang mendasar.

"Apakah ada kehidupan setelah kiamat?"

Pertanyaan ini, bagi saya sudah keliru fatal.
Karena kiamat itu sendiri belum jelas, sebagai berakhirnya kehidupan (alam semesta), apakah memang ada atau tidak? Siapa yang bisa menjawab? Tentu orang yang sudah menyaksikan hari kiamat itu terjadi bukan? Tapi ini juga keliru. Kalau menyaksikan hari kiamat, itu namanya juga belum kiamat, tapi baru proses chaosnya Alam Semesta. Jangankan chaosnya alam semesta, begitu tsunami saja terjadi di wilayah kita, kita sudah langsung mati. Bagaimana mungkin kita bisa menyaksikan saat Alam dengan segala komponennya bertabrkan, spt yang digambarkan kitab suci (Alquran). Apalagi, saat benar-benar Alam Semesta telah kiamat atau sudah berakhir. Siapa manusia atau mahkluk hidup yang akan menyaksikannya?

Itu jika melalui jalur penalaran saya.
Sangat tidak memadai secara logis ada manusia yang akan bisa menyaksikan detik-detik hari kiamat. Yang manusia bisa, baru menyaksikan bencana lokal (tsunami, gempa, dan sejenisnya). Kalau sudah bencana total alam semesta, secara logika bagi saya mustahil.

Sekali lagi itu dengan jalur penalaran.
Lalu bagaimana dengan jalur pembuktian?
Pertanyaan saya, siapa yang sudah membuktikannya?
Atau siapa yang akan bisa membuktikannya?
Bagi saya adalah sok tahu jika ada manusia yang dengan gagah berani menjelaskan semua itu dengan rincinya, seperti yang banyak dilakukan para agamawan dan spiritualis. Yang mereka ceritakan, hanya semacam imaji, semacam pemandangan bathin dalam meditasi, tapi berani menarik kesimpulan bahwa itu adalah sebuah Realitas kiamat yang sesuangguhnya.

Lantas, bagaimana keyakinan dan sikap saya pribadi atas pertaanyaan status diatas?

Saya tidak memikirkannya lagi.
Karena percuma.
Apalagi untuk dijadikan sebagai keyakinan.
Saya mau memikirkannya, hanya sebagai latihan berpikir abstrak saja, disaat saya ingin bertualang pikiran. Atau disaat ada patner yang ingin diskusi. Tapi untuk saya bathinkan sebagai pengetahuan yang definitif, NO!

Era saya saat meyakini hal itu sebagai kebenaran yang absolut sudah lewat. Dan sekarang era itu sudah saya cibirkan dengan kesadaran saya hari ini. Bagi saya, keyakinan saya yang haqul yakin tentang kiamat dan hari pembalasan (hari akhir) saat itu, hari ini saya nilai hanya sebagai 2 hal: Pertama karena saya saat itu masih lugu, mabok iman tidak karuan tapi miskin cara berpikir dan wawasan. Dan kedua itu saya nilai sebagai pelarian dari rasa takut, sehingga secara psikologis, saya dan banyak orang yang meyakininya, melakukan kompensasi bathin untuk menghibur diri, bahwa suatu saat nanti, segala ketidakadilan dan kekecewaan yang saya terima selama hidup, akan ada yang membalasnya, yaitu oleh Tuhan di hari akhir.

Itulah mental budak yang suka memelas secara metafisik dalam hidup. Tidak berani mengakui segala kenyataan yang menimpa diri. Lalu meloncat sambil meraung dalam bathin untuk mencari perlindungan psikologis. Agar segala rasa gamang, rasa takut, rasa nyeri psikologis itu ada yang mengobatinya. Ada zaman untuk menebusnya.

Bagi saya, itulah orang-orang yang rusak.
Orang-orang yang tidak berani menerima kenyataan hidup sebagaimana adanya. Dan begitulah saya lebih kurang 25 tahun lalu.

Tapi bagaimana dengan sekarang?
Sekarang saya jalani saja hidup ini secara mengalir apa adanya.
Jika kemalangan menimpa saya, maka saya pahami itu sebagai konsekuensi hidup. Karena memang itu sudah keniscayaan. Saya tidak berandai-andai lagi ini itu artinya apa, dan siapa yang akan membela dan membayar kekecewaan saya. Apalagi mencari-cari siapa "Sang dalang metafisik" yang membuat "Skenario Raksasanya". Saya telan pahit getir suka duka semua itu tanpa jeritan lagi. Jika saya menangis akan semua itu, maka air mata yang tumpah, bukan air mata memelas apalagi pamrih. Tapi air mata heorik saat berkata YA akan kenyataan hidup sebagaimana adanya.

Cukup.

0 comments:

Post a Comment

 
Copyright © . tipstrickxxx - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger